top of page
  • Eddy Dwinanto Iskandar

Kisah Pengusaha Kripik yang Juarai Kontes Bisnis Rp 2 Miliar


Dengan produk kripik pisang, pengusaha muda Gazan Azka Ghafara berhasil menyabet peringkat pertama kompetisi wirausaha Diplomat Success Challenge (DSC) 2016. Dengan demikian, anak muda 21 tahun kelahiran Bandung itu berhak atas hadiah uang tunai sebesar Rp 500 juta, dari total hadiah yang besarnya mencapai Rp 2 miliar. “Gazan terpilih karena leadership-nya yang menonjol, ia berani mengambil keputusan. Kami lihat ia berpotensi menjadi entrepreneur tangguh,” demikian Surjanto Yasaputera, Ketua Dewan Komisioner DSC 2016 menceritakan keberhasilan Gazan menyisihkan 10 finalis lainnya. Selain Gazan, 5 finalis lain juga mendapatkan modal usaha. Mereka ini terdiri dari 2 orang grand finalist dan 3 orang runner up. Sebagai grand finalist antara lain Gisela Eugenia dengan usaha jasa aplikasi untuk menemukan pengajar bimbingan belajardan I Wayan Lovayana, yang merencanakan lokakarya pembuatan benda seni untuk menyerap tenaga kerja di Bali. Sedangkan di posisi runner up, ada Kristantya Nugraha yang memproduksi bass gitar, Stephanie Patricia yang membuat aplikasi Medi-call, serta Heru Anwari yang membuat sepeda BMX inovatif. DSC juga masih memberikan penghargaan kepada 5 orang dengan usaha yang memenuhi kriteriasocial impact dan 5 orang lagi yang memenuhi aspek business potential. “Tahun ini kompetisi DSC menjaring beragam katagori usaha, antara lain industri kreatif, agrikultur, teknologi, energi, meski yang paling banyak masih di bidang perdagangan, jasa dan kuliner,” terang Surjanto dalam rilis yang diterima SWA hari ini (16/11).

Gazan sendiri menekuni bisnis kripik pisang sejak 2 tahun lalu. Bahkan dirinya sukses meraih omset Rp 1 miliar pertamanya di usia 19 tahun berkat berjualan kripik pisang. Sebelum membesut Zanana, Gazan sendiri sudah bergiat di ladang kewirausahaan sejak usia 16 tahun. Ketika itu dia menjadi pengusaha ayam tulang lunak bermerek Ayam Razet dengan dibantu dua orang karyawan.

Namun usahanya itu bangkrut karena kurangnya modal dan lokasi yang sepi. Ia juga sempat berjualan risoles di tahun 2013 hingga membuka 3 cabang. Namun bisnis risolesnya terpaksa gulung tikar karena ditinggal koki. Hingga suatu ketika, tiba-tiba saja ia ingin makan keripik pisang coklat. Namun ia kesulitan menemukan camilan itu di Bandung karena produk tersebut merupakan oleh-oleh khas Lampung. Setelah bertanya ke beberapa teman, Gazan rupanya menemukan jawaban yang sama, “Ternyata banyak juga yang cari keripik pisang coklat Lampung di Bandung!” pikir Gazan, kala itu.

Karena itu ia segera tergerak untuk memproduksinya. Ditambah lagi sejarah membuktikan, keripik pisang sukses menjadi oleh-oleh khas Lampung selama belasan tahun. Produk buatannya kemudian ia beri merek Zanana Chips. “Alhamdulillah, sekarang sudah berjalan 2 tahun, peminatnya terus meningkat. Zanana Chips sudah pernah di distribusikan ke lebih dari 70 kota di Indonesia, termasuk keluar negeri seperti Malaysia, Jepang, Amerika, Mesir, dan Brunei,” imbuh Gazan, bangga. Setelah tahu peminatnya banyak, Zanana Chips mulai melakukan pengembangan produk. Jika pada awalnya hanya ada varian rasa coklat, Gazan kemudian melakukan inovasi dengan penambahan varian rasa lain seperti rasa susu, green tea, smoked beef, dan classy spicy. Selain ragam cita rasa yang tengah populer, produk ini juga mempunyai kemasan yang menarik. Menurut Gazan, ia mencoba menonjolkan sisi emotional benefit karena menyasar kelompok anak muda millennial yang selalu menuntut kebaruan dan keaslian ide. Dari Zanana Chips, sampai pertengahan tahun ini Gazan mampu meraih omset sekitar 400 juta – Rp 450 juta per bulan, angka yang stabil seperti tahun sebelumnya. Namun ia tidak cepat berpuas diri. “Saya masih ingin memperbanyak jalur distribusi, agar Zanana Chips bisa tersedia di berbagai kota dan mudah ditemukan oleh konsumen,” ujarnya. Saat ini dengan sistem penjualan online (daring), konsumen baru bisa mendapatkan camilan yang diinginkan dalam waktu 2 – 3 hari setelah order, sebuah kendala yang sangat menghambat penjualan. Surjadi menilai, keberhasilan Gazan disebabkan kemampuan anak muda itu dalam melihat dan menangani tantangan yang berbeda di setiap tahapan usahanya. “Saat baru memulai, ia tahu bagaimana caranya survive. Setelah mendapatkan profit, ia lalu berusaha mengefisiensikan proses produksi dan mengelola karyawan. Setelah growing, ia mulai melakukan inovasi produk dan distribusi. Tantangan usaha memang akan selalu ada dan berbeda-beda pada setiap tahapan atau besaran usaha,” Surjadi menerangkan. Sebagai salah satu pemenang Kompetisi Wirausaha DSC 2016, Gazan merasa bersyukur bisa mendapat bantuan hibah tambahan modal usaha serta bimbingan manajerial dari tim DSC. Sekarang ia bercita-cita bisa ikut menggerakkan anak muda seangkatannya untuk berani terjun berwirausaha. “Dalam berbagai sesi capacity building yang kami dapat dari tim DSC, kami selalu diingatkan untuk bisa bermanfaat bagi lingkungan dan sesama. Sungguh percuma jika bisa menjadi pengusaha sukses tapi tidak berguna untuk masyarakat dan lingkungan,” Gazan mengungkapkan. Keinginan Gazan tersebut lantas disambut positif oleh tim Wismilak DSC. Terlebih Setelah tujuh tahun pelaksanaan kompetisi wirausaha ini, manajemen DSC merasa sudah saatnya para pemenang memberikan kontribusinya pada masyarakat. “Kami ingin mereka mampu menjadi agent of changebagi generasinya, ikut menularkan virus positif, yakni virus wirausaha,” tegas Surjadi.

Sumber asli: swa.co.id


1,853 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page